Mengapa Indonesia Mengemudi Di Jalur Kiri?
Ada pertanyaan sederhana yang sudah muncul semenjak pertama kali lihat kendaraan beroda empat dijalan dan jujur saja bikin penasaran, mengapa kendaraan di Indonesia melaju di sebelah kiri jalan bukannya kanan? Berbeda jauh dengan apa yang ada di film maupun game (yang kebanyakan buatan Amerika) dimana posisi nyetirnya ada di sisi kanan sementara setir mobilnya dikiri. Kebanyakan negara yang pernah dijajah, sesudah merdeka mereka kemudian mengadopsi apa yang telah ditinggalkan oleh negara penjajahnya. Di Belanda, orang berkendara di sisi kanan jalan sementara di Indonesia orang malah berkendara di sisi kiri jalan. Mengapa dapat begitu? Mobilmotorlama mencoba mencari tau dan ada sedikit petunjuk dari buku sejarah mengapa dapat terjadi.
Sebelum menjawab pertanyaan tadi, ada baiknya kita mengetahui alasan kenapa ada hukum yang mengharuskan mengemudi disisi kanan atau kiri jalan. Pada jaman dulu, tidak ada hukum dimana harus berkendara. Aturan sisi mengemudi gres muncul pada jaman kekaisaran Romawi di Eropa ketika para penunggang kuda terbiasa menaiki kuda dari sisi kiri sebab kebanyakan orang tidak kidal. Agar kondusif dan tidak menggangu penunggang kuda lainnya, proses menaiki kuda dilakukan di pinggir jalan yang berarti ada di jalur kiri. Selain itu, hukum ini juga didasari sikap para kesatria berkuda yang membawa pedang ditangan kanan sehingga lebih gampang menyerang lawan yang berjalan dilawan arah.
Sekitar final masa 18, terjadi revolusi Perancis dimana kekaisaran Perancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte kemudian berhasil menguasai seluruh daratan Eropa kecuali beberapa wilayah menyerupai Inggris. Aturan menunggang kuda disebelah kiri yang dibentuk oleh kekaisaran Romawi dihapus dan diganti oleh Perancis menjadi menunggang kuda disisi kanan. Setelah kekaisaran Perancis Napoleon jatuh, hukum ini masih dipertahankan. Alasannya? sebab ketika itu pabrik produksi barang sudah mulai banyak sehingga kereta kuda yang digunakan untuk mengangkut barang (wagon) juga harus berukuran lebih besar. Kereta ini ditarik oleh 4 hingga 6 ekor kuda dimana kusir duduk disebelah kanan menunggangi kuda paling belakang disisi kiri sebab tangan kanannya digunakan untuk mencambuk kuda didepannya.
Kembali ke pertanyaan diatas, Belanda termasuk wilayah "jajahan" Perancis sehingga menggunakan hukum mengendara disisi kanan. Indonesia yang menjadi jajahan Belanda harusnya juga mengikuti hukum berkendara disisi kanan sama menyerupai negara jajahan lainnya namun kenyataanya tidak. Berikut ini alasannya.
Sejarahnya, pada jaman dulu penduduk kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan bebas dapat berjalan di sisi kanan atau kiri selama tidak bertabrakan. Para raja yang berkuasa di Jawa dan Sumatera sama sekali tidak memikirkan hal ini juga mungkin sebab jaman dulu orang yang mengendarai kereta kuda jumlahnya masih lebih sedikit dengan orang yang berjalan kaki atau menunggang binatang yang tentunya lebih gampang berpindah lajur daripada kereta kuda. Aturan mengenai lajur berkendara dapat dibilang muncul tanggapan adanya perang Napoleon di Eropa yang terjadi antara tahun 1803 hingga 1815.
Negara-negara di Asia dan Afrika terkena dampak dari perang Napoleon ini sebab sebagian besar negara-negara di Asia dan Afrika pada waktu itu menjadi wilayah koloni dari negara-negara Eropa. Pada 1810, Belanda takluk di bawah Perancis dalam Peperangan era Napoleon sehingga seluruh tempat kekuasaannya turut direbut Perancis termasuk Hindia Belanda dan Jawa di dalamnya. Untuk mengurangi kekuasaan Perancis, sejumlah batalion angkatan maritim Inggris dengan kekuatan 150 kapal perang dari dua armada yang dipimpin dua kapal penjelajah HMS Phaeton dan HMS Illustrious menyusup dan melaksanakan serangan maritim melalui tempat yang kini disebut Cilincing. Hasil dari serangan ini menjadikan jatuhnya benteng Cornelis yang pada jaman kini berada diwilayah Jatinegara Jakarta Timur.
Pada ketika melaksanakan penyerangan, pasukan Inggris ini menciptakan barikade artileri dibawah pimpinan letnan jendral Sir Samuel Auchmuty (dari HMS Illustrious) dan mayor jendral Frederick Augustus Wetherall (dari HMS Phaeton). Untuk mencegah serangan tanggapan dari Belanda dan Perancis yang ketika itu menguasai Belanda, Sir Samuel Auchmuty dan Frederick Augustus Wetherall ini membutuhkan aneka macam keperluan logistik pasukannya. Masalah timbul sebab kereta kuda pembawa logistik ini harus menunggu kereta di arus sebaliknya semoga tidak terjadi gesekan sehingga menghambat waktu pengiriman logistik.
Karena tidak ada hukum dimana penduduk pada waktu itu harus berjalan melalui sisi mana, kedua orang ini kemudian memberlakukan sisi berkendara di sisi kiri sama menyerupai di Inggris dan India semoga tidak terjadi kecelakaan sekaligus mempercepat transportasi sebab semua dibentuk lurus dan cepat. Aturan ini pada awalnya berlaku di Jawa namun seiring menguatnya pasukan Inggris yang kemudian menguasai Sumatera, risikonya Sumatera juga ikut mengadopsi hukum ini. Belanda yang kembali beberapa tahun kemudian kemudian mengaplikasikan hukum ini sebab keuntungannya yang terasa diseluruh wilayah Hindia Belanda menyerupai Borneo (Kalimantan), Celebes (Sulawesi) hingga Maluku.
Setelah beberapa tahun berlalu, Inggris kemudian menyerahkan kembali kekuasaan Inggris di Hindia Belanda ke tangan Kerajaan Belanda menurut perjanjian Paris tahun 1824. Belanda yang intinya tidak peduli dengan budaya asal rakyat jajahan untuk diubah menjadi budaya Belanda dan tidak pernah ikut campur dalam budaya masyarakat sekitar kemudian melanjutkan aturan-aturan yang dibentuk oleh Inggris semasa menduduki Hindia Belanda. Salah satu peninggalan Inggris yang dilanjutkan oleh Belanda ini ialah sisi berkendara sehingga terjawablah mengenai mengapa di Belanda sisi berkendara berada di kanan sementara Indonesia berada di kiri. Beberapa tahun sesudah revolusi industri di Inggris, kereta api muncul dan mulai beroperasi di Hindia Belanda. Karena peraturan mengenai berkendara di sisi kiri ditetapkan oleh Inggris yang pada ketika itu belum ditemukan kereta api, Belanda kemudian mengadopsi sisi berkendara kereta api sama persis dengan apa yang ada di Eropa (termasuk Belanda). Inilah yang risikonya menciptakan kendaraan beroda empat (kereta) berjalan di sisi kiri sementara kereta berada di sisi kanan hingga sekarang.
Refrensi :
- Carey, Peter. 1992. The British in Java, 1811-1816. A Javanese Account. Oxford University Press.
- James, William. 1847. The Naval History of Great Britain: From the Declaration of War by France in 1793, to the Accession of George IV. 6. London: R. Bentley.